الثلاثاء، 13 سبتمبر 2011

:: Menyikapi Perbedaan ::

Kalau kita mau mengamati, sebenarnya perbedaan pendapat sudah terjadi mulai zaman Rosululloh SAW yang dikarenakan berbedanya cara pandang para sahabat dalam memahami sabda beliau. Namun perbedaan tersebut hanya terjadi dalam ruang lingkup furu' (fiqih) bukan ushul (aqidah). Begitu pula tidak keluar dari norma2 akhlak karimah & tidak memicu kepada pertikaian ataupun perpecahan. Seperti contoh perbedaan pandang mereka dalam memahami sabda Rosululloh :
لا يصلين أحدكم العصر إلا فى بنى قريظة

" Janganlah sekali kali kalian melakukan sholat ashar sebelum sampai di Bani Quroidzoh ! ". [ H.R. Bukhori Muslim ]
Imam Nawawi menyebutkan dalam Syarah Muslim bahwa sebagian sahabat memahami perintah diatas dari segi dzohir lafadz hadits. Jadi meraka melakukan sholat ashar di Bani Quroidzoh sekalipun dipertengahan jalan waktunya sudah habis. Sebagian yang lain memahami bukan dari sisi dzohirnya, akan tapi mereka mentakwilkan bahwa maksud dibalik perintah itu adalah agar para sahabat bergegas untuk sampai ke Bani Quroidzoh. Jadi mereka melakukan sholat ashar di pertengahan jalan sebelum waktunya habis. Ketika kejadian diatas diadukan kepada Rosululloh, beliau tidak menyalahkan salah satu dari kedua pihak. Bahkan dalam hadits lain Rosululloh memberi suport kepada para sahabat-Nya untuk berijtihad dalam istimbat (mengambil) hukum serta menjamin dua pahala bagi yang ijtihadnya benar dan satu pahala bagi yang salah.

Dikatakan oleh sebagian ulama', " bila para sahabat hanya sepakat dalam satu pendapat, bila para ulama' mujtahidin - seperti imam Syafi'i, imam Malik, Abu Hanifah dan imam Ahmad - hanya satu pandang dalam memahami nash al-Qur'an & hadits, pasti umat islam akan mengalami kesulitan besar dalam menerapkan agamanya.

Kerap kali Syekh Muhammad Ali as-Shobuni mengatakan : " jika para ulama' sependapat dalam waktu diwajibkan lontar jumroh mulai dzuhur sampai terbenamnya matahari, maka berapa ribu jamaah haji yang akan menjadi korban disetiap tahunnya?! ". Oleh karena itu Rosululloh SAW pernah bersabda :
إختلاف أمتي رحمة
" perbedaan pendapat dikalangan umatku adalah rahmat ".

Imam Syafi'i meskipun berguru kepada imam Malik, banyak pendapat beliau yang berbeda dengan gurunya. Imam Malik-pun menghargai pendapatnya & sama sekali tidak menyalahkan ataupun memaksa untuk mengikuti pendapanya. Justru beliau berkata : " bakti seorang murid terhadap guru bukan berarti harus mengikuti semua pendapatnya ". Imam syafi'i-pun membukukan semua pendapatnya yang berbeda dengan Imam Malik, yang kesemuanya itu tidak mengurangi ta'dzim beliau terhadap sang guru. Hal yang sama juga pernah terjadi antara beliau bersama Abu yusuf & Muhammad bin Hasan assyaibani. Dari pengalaman imam Syafi'i diatas bukan berarti kita sebagai santri berdalih & semena-mena banyak i'tirodl (membantah) terhadap kiai atau guru kita. Mohon jangan salah faham wahai ikhwan!

Dewasa ini seringkali kita menyaksikan dan mendengarkan pengkafiran, pembid'ahan dan pemfasikan yang terlontar dari sebagian orang. Ironisnya hal tersebut hanya karena permasalahan sepele seperti masalah khilafiyah (fiqih) yang tidak layak untuk dibesar-besarkan, karena hanya akan berujung kepada pertikaian dan perpecahan. Dari itu suatu keharusan bagi kita untuk mengetahui dan memahami perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan para ulama dalam memahami nash al Qur'an ataupun hadits. Dan ada satu hal penting yang perlu kita catat dibenak kita, selama perselisihan itu terjadi diseputar masalah furu' (fiqih) maka tidak seyogyanya kita saling mengkafirkan, membid'ahkan atau menfasikkan. Kita harus husnudzon (baik sangka) dan lapang dada dalam menyikapi perbedaan, terlebih bila masih dalam ruang lingkup empat madzhad. Janganlah kita menganggap hanya madzhab dan kelompok kita saja yang paling benar.

Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki mengatakan di salah satu kitabnya : " Setiap orang alim, jika semakin luas keilmuannya akan semakin lapang dada dalam menyikapi perbedaan ".

Syeikh Hasan Yamani juga pernah berkata : " Bila seorang penuntut ilmu semakin bertambah keilmuannya & semakin luas wawasannya dalam bermadzhab, ia akan semakin sedikit pengingkarannya terhadap orang lain ".

Begitulah manhaj (retorika) dakwah as-Salafusholih & manhaj kakek2 guru kita yang pernah berjasa menyebarkan ilmunya diserambi-serambi Masjidil Harom, seperti Syekh Muhammad al-'Arabi at-Tabbani, Syekh Muhammad Yahya Aman, Syekh Ishaq 'Azzuz, Syekh Muhammad Amin Kutbi, Syekh Hasan al-Massyath, Sayyid Alawi al-Maliki dll. Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah untuk menempuh manhaj yang lurus & dikumpulkan bersama mereka para aslafuna as-sholihun kelak di hari kiamat. Amin..
Wallahu a'lam wa 'ilmuhu atammu wa ahkam....

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق