الأربعاء، 14 سبتمبر 2011

:: Bisikan Hati ::



Al-faqir pernah membaca sebuah buku tashawuf, entah apa judul buku itu dan sudah berapa lama aku membacanya alias 'supe'. Di situ al-faqir menemukan sebuah hikmah yang tiba-tiba terlintas kembali di hatiku malam jum'at kemarin. Hikmah itu adalah:

" Janganlah kau jadikan hatimu seperti segelas air, namun dijadikanlah seperti lautan yang luas".

Sekilas al-faqir tidak faham maksud kata-kata ini, bahkan terbesit di hatiku pertanyaan "apa hubungan antara hati dengan segelas air dan lautan?", " apa wajhu syabah (sisi persamaan)nya? kok ada-ada aja.." lanjut pertanyaan hatiku teriring rasa penasaran. Nah, barulah maknanya tarsingkap setelah kulanjutkan membaca bagian berikutnya hingga akhir bab. Mau tau maksudnya? Ikuti ya..



Maksud hikmah diatas, bila hati seseorang seperti segelas air, maka hati tersebut mudah sekali terpengaruh dengan sedikit problem yang menimpanya. Sama halnya seperti segelas air, bila kita masuki setetes tinta saja, air itu akan kelihatan berubah. Orang yang memiliki hati semacam ini akan mudah berubah keadaannya dengan hanya sedikit ujian atau problem. Kalau boleh dibilang, ia gampang cemberut, gerak-geriknya tidak menentu, pandangannya tidak tertuju, jarang senyum dan seterusnya. Apalagi kalau sampai putus cinta (wah, kok sampai menjurus kesini?!), yang jelas dia akan linglung, sering nggak nyambung, makan nggak teratur, kurang tidur, mudah emosi dan ... (teruskan sendiri). Seakan sudah nggak punya gairah hidup lagi. Dampaknya, orang-orang yang di sekitarnya juga merasa tidak nyaman lataran melihat wajah sepeti ini. Allahummahfadzna...



Lain halnya dengan orang yang hatinya seperti lautan, jangankan dituangi setetes tinta, seember tinta-pun --InsyaAllah-- takkan kelihatan berubah (shohih??!). Orang yang memiliki hati semacam ini tidak mudah terpengaruh dengan berbagai problem dan ujian yang selalu datang silih berganti. Ekspresi wajahnya kerap kali kelihatan ceria dan berseri, senyuman-pun tak jarang menghiasinya, seakan bulan purnama melintasi wajah tersebut. Tentunya orang yang duduk disekitarnya akan turut senang dan hatinya-pun ikut tentram.



Memang, hidup di dunia ini takkan lepas dari yang namanya ujian, siapapun dia dan dimanapun dia berada tanpa pandang bulu. Ada kalanya ujian itu lewat anak-anak kita, istri, harta, tahta maupun diri kita sendiri. Selesai dari satu ujian, datang ujian berikutnya, begitu seterusnya hingga kita kembali kehadirat Allah SWT, namanya saja darul-bala' (tempat ujian). Tidak cukup seseorang hanya mengatakan "aku beriman", setelah itu dia akan terbebas dari ujian, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an:

أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا ءامنا وهم لا يفتنون

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS. Al-'Ankabut: 2)

Sekarang permasalahannya, bagaimanakah cara menyikapi ujian tersebut?



Ada beberapa kiat untuk menyikapi ujian dari Allah SWT, diantaranya:

* Kita hadapi dengan kesabaran dan lapang dada. Karena ujian adalah satu-satunya peluang untuk melatih kesabaran. Tanpa ujian, mana mungkin seseorang bisa bersabar?. Dan dengan kesabaran Allah SWT akan membalas kita dengan pahala yang tak terduga dan tak terhingga. Allah SWT berfirman:

إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala meraka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10)

Masih banyak lagi keutamaan-keutamaan sabar yang tidak mungkin saya sebutkan disini.



* Kita pasrahkan sepenuhnya ujian tersebut kepada Allah SWT, tanpa mengeluh kepada selain-Nya. Sebab, Allah-lah yang menurunkan ujian kepada kita, dan hanya Dia (Allah) semata yang berkenan mengangkatnya. Ibnu 'Athoillah as-Sakandari pernah mengatakan dalam kitabnya (al-Hikam):

"Janganlah sekali-kali engkau mengadukan suatu problem yang diturunkan oleh Allah kepada selain-Nya. Bagaimana problem tersebut akan diadukan kepada selain-Nya, sedangkan dia (selain Allah) bukanlah yang menurunkan kepad-mu?!"

Beliau melanjutkan

"Bila seseorang terkadang tak mampu memecahkan problemnya sendiri, mana mungkin dia akan mampu memecah problem orang lain?!"



* Kita banyak-banyak berdoa dan minta ma'unah (pertolongan) kepada-Nya, agar kita diberi kesabaran sekaligus jalan keluar dari ujian dan semua kesulitan. InsyaAllah, cepat atau lambat Allah SWT akan mengkabulkan doa kita di waktu yang dikehendaki-Nya, bukan di waktu yang kita kehendaki. Nabi Ya'qub 'alaihissalam saja baru mendapat jalan keluar dari ujian yang cukup berat setelah 80 tahun. Tak heran bila doa beliau terukir dalam al-Qur'an yang berbunyi:

قال إنما أشكو بثي و حزني إلى الله...

Nabi Ya'qub berkata: "sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku megadukan kesusahan dan kesedihanku..."



Ada satu hal penting lagi, jangan sekali-kali kita minta ujian kepada Allah. Karena pada dasarnya kita adalah hamba yang lemah, hamba yang tak mungkin kuasa mengemban ujian tanpa ma'unah dari-Nya. Wallahu a'lam..



Allhumma inna 'abiidul-ihsan wa lasna 'abiidal-imtihan...



(( Makkah al-Mahmiyah, 29/10/1431 H ))

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق